Asma’ binti Abu Bakar r.ha. sudah memeluk Islam sejak masa-masa awal
datangnya Islam. Beliau adalah saudarinya ibunda Aisyah r.ha.
----------
Asma’
binti Abu Bakar r.ha. sudah memeluk Islam sejak masa-masa awal
datangnya Islam. Beliau adalah saudarinya ibunda Aisyah r.ha.
Suatu
waktu, ketika Rasullah saw. dengan Abu Bakar r.a. telah memerintah Zaid
r.a. dan beberapa orang pegawainya untuk mengambil kudanya dan
keluarganya untuk dibawa ke Madinah.
Asma, r.ha. berhijrah
dengan rombongan tersebut. Sesampainya di Quba – dari rahim Asma r.ha. –
lahirlah putra pertamanyam yakni Abdullah bin Zubair r.a.
Dalam
sejarah Islam, itulah bayi pertama yang dilahirkan setelah hijrah. Pada
zaman itu banyak terjadi kesulitan, kesusahan, kemiskinan, dan
kelaparan. Tetapi pada zaman itu juga muncul kehebatan dan keberanian
yang tiada bandingannya.
Dalam sebuah riwayat dari Bukhari
dicertakan bahwa Asma’ r.ha. sendiri pernah menceritakan tentang
keadaan hidupnya,“Ketika aku menikah dengan Zubair r.a., ia tidak
memiliki harta sedikit pun, tidak memiliki tanah, tidak memiliki
pembantu untuk membantu pekerjaan, dan juga tidak memiliki sesuatu apa
pun. Hanya ada satu unta milikku yang biasa digunakan untuk membawa air,
juga seekor kuda. Dengan unta tersebut, kami dapat membawa rumput dan
lain-lainnya. AKulah yang menumbuk kurma untuk makanan hewan-hewan
tersebtu. Aku sendirilah yang mengisi tempat air sampai penuh. Apabila
embernya peceh, aku sendirilah yang memperbaikinya. Pekerjaan merawat
kuda, seperti mencarikan rumput dan memberinya makan, juga aku sendiri
yang melakukannya. Semua pekerjaan yang paling sulit bagiku adalah
memberi makan kuda. Aku kurang pandai membuat roti. Untuk membuat roti,
biasanya aku hanya mencampurkan gandum dengan air, kemudian kubawa
kepada wanita tetangga, yaitu seorang wanita Anshar, agar ia
memasakkannya. Ia adalah seorang wanita yang ikhlas. Dialah yang
memasakkan roti untukku.
Ketika Rasulullah saw. sampai di
madinah, maka Zubair r.a. telah diberi hadiah oleh Rasulullah saw.
berupa sebidang tanah, seluas kurang lebih 2 mil (jauhnya dari kota).
Lalu, kebun itu kami tanami pohon-pohon kurma. Suatu ketika, aku sedang
berjalan sambil membawa kurma di atas kepalaku yang aku ambil dari kebun
tersebut. Di tengah jalan aku bertemu Rasulullah saw. dan beberapa
sahabat Anshar lainnya yang sedang menunggang unta. Setelah Rasulullah
saw melihatku, beliau pun menghentikan untanya. Kemudian beliau
mengisyaratkan agar aku naik ke atas unta beliau. Aku merasa sangat malu
dengan laki-laki lainnya. Demikian pula aku khawatir terhada Zubair
r.a. yang sangat pencemburu. Aku khawatir ia akan marah. Memahami
perasaanku, Rasulullah membiarkanku dan meninggalkanku. Lalu segera aku
pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, aku menceritakan
peristiwa tersebut kepada Zubair r.a. tentang perasaanku yang sangat
malu dan kekhawatiranku jangan-jangan Zubair r.a. merasa cemburu
sehingga menyebabkannya menjadi marah. Zubair r.a berkata, “Demi Allah
aku lebih cemburu kepadamu yang selalu membawa isi-isi kurma di atas
kepalamu sementara aku tidak dapat membantumu.”
Setelah
itu Abu Bakar, ayah Asma’ r.ha., memberikan seorang hamba sahaya kepada
Asma’. Dengan adanya pembantu di rumahnya, maka pekerjaan rumah tangga
dapat diselesaikan dengan ringan, seolah-olah aku telah terbebas dari
penjara.
Ketika Abu Bakar ash-shidiq r.a. berhijrah,
sedikit pun tidak terpikirkan olehnya untuk meninggalkan sesuatu untuk
keluarganya. Ia berhijrah bersama-sama Rasulullah saw. Untuk keperluan
itu, seluruh kekayaan yang ia miliki, sejumlah lebih kurang 5 atau 6
dirham dibawa serta dalam perjalanan tersebut. Setelah kepergiannya,
ayah Abu Bakar r.a. yakni Abu Qahafah yang buta penglihatannya dan
sampai saat itu belum masuk Islam mendatangi cucunya, Asma r.ha. dan
Aisyah r.ha. agar mereka tidak bersedih karena telah ditinggal oleh
ayahnya. Ia berkata kepada mereka, “Aku telah menduga bahwa Abu Bakar
r.a. telah menyebabkalian susah. Tentunya seluruh hartanya telah dibawa
serta olehnya. Sungguh ia telah semakin banyak membebani kalian.”
Menanggapi
perkataan kakeknya, Asma r.ha. berkata, “Tidak, tidak, wahai kakek.
Ayah juga meninggalkan hartanya untuk kami.” Sambil berkata demikian ia
mengumpulkan kerikil-kerikil kecil kemudian diletakkannya di tempat Abu
Bakar biasa menyimpan uang dirhamnya, lalu ditaruh di atas selembar
kain. Kemudian dipegangnya tangan kakeknya untuk merabanya. Kakeknya
mengira bahwa kerikil yang telah dirabnya itu adalah uang. Akhirnya
kakeknya berkata, “Ayahmu memang telah berbuat baik. Kalian telah
ditinggalkan dalam keadaan yang baik.” Sesudah itu, Asma r.ha. berkata,
“Demi Allah, sesungguhnya ayahku tidak meninggalkan harta sedikit pun.
Aku berbuat demikian semata-mata untuk menenangkan hati kakek, supaya
kakek tidak bersedih hati.”
Asma’ r.ha. memiliki sifat
yang sangat dermawan. Pada mulanya, apabila ia akan mengeluarkan harta
di jalan Allah ia akan menghitungnya dan menimbangnya. Akan tetapi,
setelah Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menyimpan-nyimpan
atau menghitung-hitung (harta yang akan diinfakkan). Apabila mampu,
belanjakanlah sebanyak mungkin.”
Akhirnya setelah
mendengar nasihat ini, Asma r.ha. semakin banyak menyumbangkan hartanya.
Ia juga selalu menasehati anak-anak dan perempuan-perempuan yang ada di
rumahnya, “Hendaklah kalian selalu meningkatkan diri dalam
membelanjakan harta di jalan Allah, jangan menunggu-nunggu kelebihan
harta kita dari keperluan-keperluan kita (yaitu jika ada sisa harta
setelah dibelanjakan untuk keperluan membeli barang-barang, barulah sisa
tersebut disedekahkan.) Jangan kalian berpikir tentang sisanya. Jika
kalian selalu menunggu sisanya, sedangkan keperluan kalian bertambah
banyak, maka itu tidak akan mencukupi keperluan kalian sehingga kita
tidak memiliki kesempatan untuk membelanjakannya di jalan Allah. Jika
keperluan itu disumbangkan di jalan Allah, maka kalian tidak akan
mengalami kerugian selamanya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar